ASIH ARUM RAMADHANI, . (2024) Formulasi Tindak Pidana Pemaksaan Perkawinan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Thesis thesis, Universitas Pancasakti Tegal.
![]() |
Text
COVER - BAB II - Aulia Khofi Sinaga.docx Restricted to Repository staff only Download (541kB) |
![]() |
Text
BAB III - BAB IV - Aulia Khofi Sinaga.docx Restricted to Repository staff only Download (253kB) |
![]() |
Text
DAFTAR PUSTAKA - Aulia Khofi Sinaga.docx Restricted to Repository staff only Download (2MB) |
Abstract
Judul: Formulasi Tindak Pidana Pemaksaan Perkawinan Berdasarkan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual Dosen Pembimbing: 1. Dr. Fajar Ari Sudewo, S.H., M.H. 2. Dr. Sanusi, S.H., M.H. Pemaksaan perkawinan bertentangan dengan undang-undang dan hukum yang berlaku. Praktik perkawinan paksa menimbulkan dampak negatif kepada korban. Pelaku perkawinan paksa dapat dipidana penjara paling lama sembilan tahun dan denda maksimal dua ratus juta rupiah. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa tindak pidana pemaksaan perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan menganalisa kendala terkait dengan hukum pidana perkawinan paksa. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Teknik pengumpulan data penelitian ini dilakukan melalui penelusuran kepustakaan secara konvensional dan online. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif karena data disajikan dalam secara naratif-deskriptif. Hasil penelitian menunjukan bahwa tindak pidana pemaksaan perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual termasuk ke dalam salah satu tindak pidana kekerasan seksual yang terdiri dari perkawinan anak, pemaksaan perkawinan dengan mengatasnamakan praktik budaya, dan pemaksaan perkawinan korban dengan pelaku perkosaan. Masuknya pemaksaan perkawinan ke dalam jenis tindak pidana kekerasan seksual menjelaskan secara tegas bahwa hal tersebut sudah adanya hukum yang mengatur. Hal ini tercantum dalam Pasal 4 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Sebelum adanya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, regulasi di Indonesia sudah mengakomodasi isu-isu yang berkaitan dengan pemaksaan perkawinan melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan dan juga dalam KUHP. Adapun bentuk pertanggungjawaban pelaku pemaksaan perkawinan ditegaskan pada Pasal 10 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Kendala terkait dengan hukum pidana perkawinan paksa yaitu harus berhadapan dengan pola pikir masyarakat dan hukum adat yang selama ini dipertahankan. Kekerasan seksual yang dialami korban pemaksaan perkawinan diwajarkan ketika nilai dan norma budaya menganggap hal tersebut tidak melanggar hukum adat, sehingga korban pemaksaan perkawinan tidak selalu mendapatkan pengakuan sebagai korban. Masyarakat awam yang miskin akan pengetahuan menganggap bahwa perkawinan paksa yang sudah lama dilakukan oleh moyangnya dan menjadi tradisi turun temurun tidak dapat dihapuskan meski dengan peraturan perundang-undangan sekalipun. Kata Kunci: Adat, Hukum Pidana, Kawin Paksa
Item Type: | Karya Ilmiah (Thesis) |
---|---|
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Divisions: | Pascasarjana > S2 Ilmu Hukum |
Depositing User: | Admin Perpustakaan Pusat |
Date Deposited: | 24 Dec 2024 07:23 |
Last Modified: | 24 Dec 2024 07:23 |
URI: | http://repository.upstegal.ac.id/id/eprint/9976 |
Actions (login required)
![]() |
View Item |